Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Rabu, 9 Maret 2011
Kode Etik yang tak Etis

HEBAT betul gairah wakil rakyat untuk membuat diri mereka tampak etis, tampak terhormat. Hal itu ditunjukkan dalam Rancangan Kode Etik DPR, yang saat ini dibahas di DPR.

Salah satu yang ramai dibicarakan dari butir-butir code of conduct itu adalah larangan bagi anggota DPR untuk memasuki kompleks pelacuran dan perjudian.

Larangan itu menggelikan. Semua orang jelas mengetahui bahwa judi dan pelacuran itu haram hukumnya. Seluruh agama pun mengatur itu dengan jelas dan gamblang. Namun, ibarat tidak yakin air laut berasa asin, DPR menggaraminya lagi.

Akal sehat anggota dewan memang sudah terbalik. Yang semestinya tidak perlu diatur malah ditetapkan. Sebaliknya, yang harusnya diperketat malah diperlonggar. Sejumlah butir penting yang semestinya dipertahankan malah dihilangkan. Yang seharusnya dilarang malah diizinkan.

Contohnya, dalam aturan itu, anggota DPR boleh menggunakan jabatan mereka untuk mengurus keperluan birokratis. Mereka pun diperbolehkan merangkap jabatan di luar DPR.

Tak hanya itu. Mereka bahkan menambah diri mereka dengan fasilitas boleh membolos, yaitu toleransi ketidakhadiran fisik dalam sidang DPR diperlonggar dari tiga kali berturut-turut menjadi enam kali.

Itu jelas kode etik akal-akalan, kode etik yang justru akan membuat anggota DPR semakin tidak peduli dengan etika. Keadaan akan bertambah parah karena DPR tidak memiliki mekanisme internal yang kredibel dan berkekuatan memaksa agar anggotanya patuh dan taat dalam bertindak dan berperilaku sesuai etika.

Semestinya itu tugas Badan Kehormatan DPR. Namun, lembaga itu, meskipun eksis secara yuridis, tidak hadir dalam substansi. Ia praktis tidak memiliki wibawa. Lembaga itu sudah tidak ditakuti dan dihormati lagi oleh para anggota dewan.

DPR perlu dipaksa memiliki pengawas independen untuk mengendalikan mereka.

Pembahasan Kode Etik DPR memang masih berlangsung. Namun, dengan semangat akal-akalan, ia hanya akan menjadi kertas tidak berharga yang segera dilupakan dan ditertawakan begitu disahkan. Termasuk larangan pergi ke tempat pelacuran dan perjudian, yang seakan mengisyaratkan anggota DPR doyan ke situ sehingga perlu diatur dalam kode etik.

Perancang kode etik yang baru ini adalah anggota Badan Kehormatan DPR yang di antaranya pelanggar etika, termasuk mereka yang diadukan karena menonton tari perut saat studi banding etika di Yunani.

Karena itu, jangan sampai anggota dewan menghindar bila pelacur-pelacur Ibu Kota protes, meminta hearing ke Gedung DPR dan membaca sajak WS Rendra, Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta:

'Politisi dan pegawai tinggi/Adalah caluk yang rapi'.
(MICOM)
OPINI
      Berita Daerah  :