Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2015 @ majalahbuser.com
Jakarta - Selangkah lagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI akan mendapatkan kenaikan tunjangan. Sebab, pemerintah telah menyetujui usulan permintaan kenaikan tunjangan anggota wakil rakyat tersebut.

Meskipun, usulan yang dikabulkan jauh dari yang diinginkan dewan, karena ada beberapa yang dipotong.

Tunjangan yang diusulkan, di antaranya tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi insentif, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan, hingga bantuan langganan listrik dan telepon.

Nilai tunjangannya, bervariasi untuk ketua alat kelengkapan dewan, wakil, dan anggota.
Jum'at, 18 September 2015

Tepatkah, Ekonomi Lesu Tunjangan Wakil Rakyat Naik?
Menteri Keuangan Bambang Permadi Brodjonegoro, mengatakan pemotongan usulan DPR ini, mengingat kementerian dan lembaga (KL) lain turut mengajukan kenaikan tunjangan yang sama. Atas dasar itu, usulan yang diajukan DPR tak sepenuhnya disetujui pemerintah.

"Kami tidak berikan sesuai permintaan, karena yang lain juga naik tunjangannya. Makanya, kami potong banyak," kata Bambang Brodjonegoro, saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Selasa malam, 15 September 2015.

Kenaikan tunjangan anggota DPR tercantum dalam Surat Menteri Keuangan No S-520/MK.02/2015, dengan hal persetujuan prinsip tentang kenaikan indeks tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran, serta bantuan langganan listrik dan telepon bagi anggota DPR RI tanggal 9 Juli 2015.

Berikut, kenaikan tunjangan yang diusulkan DPR dan tunjangan yang disetujui Kementerian Keuangan:

1. Tunjangan kehormatan

a) Ketua badan/komisi: DPR mengusulkan kenaikan Rp11,15 juta, hanya disetujui Rp6,69 juta (dari sebelumnya Rp4,46 juta);

b) Wakil ketua: DPR mengusulkan kenaikan Rp10,75 juta, hanya disetujui Rp6,46 juta. (dari sebelumnya Rp4,3 juta);

c) Anggota: DPR mengusulkan kenaikan Rp9,3 juta, hanya disetujui Rp5,58 juta. (dari sebelumnya Rp3,72 juta).

2. Tunjangan komunikasi intensif

a) Ketua badan/komisi: DPR mengusulkan kenaikan Rp18,71 juta, hanya disetujui Rp16.468.000. (dari sebelumnya Rp14,14 juta);

b) Wakil ketua: DPR mengusulkan kenaikan Rp18.192.000, hanya disetujui Rp16.009.000. (dari sebelumnya Rp14,14 juta);

c) Anggota: DPR mengusulkan kenaikan Rp 17.675.000, hanya disetujui Rp 15.554.000. (dari sebelumnya Rp14,14 juta);

3. Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan

a) Ketua komisi/badan: DPR mengusulkan kenaikan Rp7 juta, hanya disetujui Rp5,25 juta. (dari sebelumnya Rp3,5 juta);

b) Wakil ketua komisi/badan: DPR mengusulkan kenaikan Rp6 juta, hanya disetujui Rp4,5 juta. (dari sebelumnya Rp3 juta);

c) Anggota: DPR mengusulkan Rp5 juta, hanya disetujui Rp3,75 juta. (dari sebelumnya Rp2,5 juta);

4. Bantuan langganan listrik dan telepon

DPR mengusulkan kenaikan Rp11 juta, hanya disetujui Rp7,7 juta (dari sebelumnya Rp5,5 juta).


Usulan siapa?

Anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR, Irma Suryani mengaku pemerintah telah menyetujui kenaikan anggaran tunjangan DPR, melalui Surat Kementerian Keuangan No S-520/MK.02/2015.

Politikus Partai Nasdem itu menuturkan, usulan kenaikan tunjangan anggota DPR ini merupakan permintaan dari BURT ke pemerintah untuk perbaikan tunjangan dewan.

Selain itu, kenaikan tunjangan ini dibutuhkan, karena faktor laju inflasi yang terus meningkat setiap tahunnya. Selain itu, dalam 10 tahun terakhir, tunjangan DPR tidak pernah mengalami kenaikan.

"Informasi dari kawan incumbent, sudah hampir dua periode tunjangan tidak naik," kata dia.

Walaupun usulannya tidak seluruhnya disetujui pemerintah, Irma mengatakan kenaikan tunjangan itu baru berlaku pada APBN 2016, yang saat ini tengah digodok di DPR.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah geram dengan nada sumbang yang memprotes kenaikan tunjangan para legislator. Dia meminta kenaikan itu tidak perlu diributkan, karena dari total APBN 2015 hanya Rp4 triliun untuk keseluruhan pengelolaan legislatif, atau sebesar 0,19 persen.

"Saya terus terang agak curiga, kenapa DPR diserang terus soal yang kecil-kecil ini. Supaya kita lupa di luar sana, ada uang besar yang bisa buat kita bungkam. Harusnya, publik ada di belakang DPR supaya kita awasi," kata Fahri di gedung DPR RI.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini menjelaskan anggaran Rp4 triliun itu digunakan untuk operasional seluruh parlemen.

"Inilah yang diributkan. Setiap hari, setiap kasus, soal tunjangan, soal parfum, soal kunjungan ke Amerika, dan lain lain," ujar Fahri.

Menurutnya, dengan meributkan masalah kecil ini justru menghambat kinerja DPR, terutama fungsi pengawasan karena eksekutif yang memegang anggaran paling besar dari APBN sebesar 2035 triliun.

"Harusnya publik ada di belakang DPR supaya kita awasi. Asap di Riau DPR tidak bisa dipadamkan DPR, yang bisa eksekutif. Kenapa jalan berlubang, ya bukan DPR, tetapi eksekutif. Fungsi DPR pengawas. Kalau DPR diserang terus, enggak sempat mengawasi pemerintah," katanya.

Lagipula, tambah dia, anggaran yang diterima DPR sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah. Karena itu, DPR tunduk pada eksekutif yang menetukan anggaran. "Kesetjenan awalnya mengajukan Rp6 triliun, ternyata dipotong Rp2 triliun," tambahnya.


Ekonomi sempoyongan

Rencana kenaikan tunjangan bagi wakil rakyat memang menuai pro dan kontra. Tak sedikit, elit partai yang menolak rencana tersebut, bahkan ada pula yang mempertanyakan sikap menteri keuangan yang meloloskan usulan dewan tersebut.  Banyak yang menilai, persoalan tersebut belum mendesak, atau menjadi prioritas.

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, menilai kenaikan tunjangan jabatan sesuatu yang logis. Namun, kondisi ekonomi dan sosial masyarakat saat ini yang tidak memungkinkan kenaikan tersebut direalisasikan.

"Gerindra meminta agar ini ditunda dulu. Saya kira, ini situasinya tidak tepat, dalam kondisi situasi ekonomi sempoyongan," kata anggota Komisi I DPR RI ini.

Muzani mengatakan, saat ini ekonomi RI tengah lesu, PHK terjadi di mana-mana, rakyat miskin bertambah, pengangguran meningkat, daya beli merosot dan beban rakyat semakin meningkat. "Jangan sampai, pejabat dan wakil rakyat tidak menghiraukan penderitaan rakyat," ucapnya.

Namun, setelah pemerintah berhasil mengatasi itu semua, barulah tunjangan kenaikan bagi pejabat dan wakil rakyat bisa direalisasikan.

Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono juga menolak wacana kenaikan tunjangan bagi pejabat negara, termasuk DPR. Ibas, sapaan akrab Edhie Baskoro, meminta pemerintah tak fokus pada persoalan tersebut.

"Pemerintah lebih baik fokus untuk menyelesaikan tekanan ekonomi saat ini dengan memberikan beberapa stimul dan regulasi yang pro bisnis, pro rakyat," kata Ibas dalam siaran persnya.

Menurut Ibas, langkah itu agar pertumbuhan bisa tetap tercapai, ekonomi berkembang dan daya beli terjaga. Namun, jika tetap merencanakan kenaikan gaji/tunjangan, putra bungsu mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu usul bukan untuk para pejabat negara.

"Saat ini, lebih baik fokusnya untuk menaikkan gaji, peningkatan kesejahteraan para PNS, TNI, Polri, guru, perawat, buruh, dosen, nelayan, petani, dan lain-lain," ujar dia.

Ibas berpendapat semua itu demi terjaganya daya beli dan peningkatan kesejahteraan mereka. Baru setelah itu terlaksana, baru bisa meningkatkan gaji Presiden, Menteri dan DPR. "Itu semua senafas dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat untuk APBN," tuturnya

Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto juga menyatakan hal serupa. Dia menolak kenaikan tunjangan bagi anggota DPR. Ia berharap, alokasi kenaikan tunjangan ini dialihkan pada pihak yang lebih membutuhkan dan terdampak langsung.

"Ya enggak usah dulu, masih banyak yang dipikirkan pemerintah untuk memberikan suatu perbaikan nasib pihak-pihak yang lebih tidak beruntung dari anggota DPR," katanya di gedung DPR RI, Jakarta. (viva)
Bangku-bangku kosong saat rapat paripurna DPR

      Berita Nasional :