Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
copyright . 2015 @ majalahbuser.com
Banyumas - Motivasi anak-anak untuk tetap melanjutkan sekolah harus didukung oleh semua pihak, tak terkecuali pihak sekolah yang tidak membebani orang tua siswa dengan biaya sekolah yang tinggi. Seperti sekolah yang berada di pinggir hutan di Dusun Pesawahan, Desa Pesawahan, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah yang tetap menerima hasil bumi orang tua siswa yang melakukan daftar ulang agar anaknya bisa bersekolah.

Salah satunya Kasmin (50) orang tua siswa yang datang mengantarkan anaknya untuk daftar ulang di Madrasah Tsanawiah (MTs) Pakis Pesawahan. Kasmin datang dengan membawa beberapa biji tales untuk daftar ulang anaknya.

"Iya bawa tales untuk daftar sekolah, kalau sekolah lain saya tidak mampu, makanya saya sekolahkan di sini yang jaraknya juga dekat. Kalau kesana (turun ke bawah) pakai transportasi, kalau bayar (masuk sekolah lain) saya tidak tahu. Tapi kalau di sini bayarnya cukup pakai hasil bumi, dan saya cuma bawa tales," kata Kasmin yang sehari-hari bekerja sebagai petani.

Menurut dia, sudah sejak awal dirinya memang ingin menyekolahkan anaknya, namun karena salah satunya terhambat kendala jarak, dirinya lebih memilih menyekolahkan anaknya di dusun tersebut. Selain dekat, ternyata sekolah itu juga tidak mewajibkan anak didiknya untuk membayar biaya sekolah.

"Ini sih karena saya saja punyanya tales, di kebun si banyak ada pisang, tela, tales. Justru saya seneng karena tidak pakai uang," ungkap dia yang tidak lulus SD.

MTs Pakis Pesawahan saat ini baru meluluskan satu angkatan. Tahun ini merupakan tahun ke empat siswa-siswa di sekolah tersebut masuk sekolah. Di Desa Gunung Lurah sendiri, sekolah tersebut merupakan lokasi terdekat yang bisa dijangkau oleh anak-anak dari Dusun Karanggondang dan dan Dusun Pesawahan.

Salah satu siswa yang tahun ini masuk MTS tersebut adalah Tasripin, bocah yang dahulu sempat bekerja dan mengasuh ketiga adiknya karena ayahnya bekerja di Kalimantan dan ibunya meninggal setelah terkena longsoran tanah. Tasripin sendiri bercita-cita ingin menjadi guru. "Saya ingin belajar lebih tinggi lagi, ingin jadi guru," kata Tasripin.

Sekolah baru Tasripin ini lokasinya sangat dekat dengan rumahnya. Sekolah setingkat SMP ini gratis. "Setelah sekolah di sini nanti saya ingin melanjutkan ke SMK, sekolah disini dekat dengan rumah, jadi seneng karena bareng teman-teman," ujarnya.

Sementara menurut Isrodin, Kepala Sekolah sekaligus Guru di MTS Pakis Pesawahan mengatakan anak-anak saat ini tidak harus repot turun ke bawah karena latar belakang mereka memang tidak mampu, apalagi setiap hari harus mengeluarkan biaya transportasi yang tidak sedikit.

"Tahun kemarin kita daftar ulangnya dengan alat-alat pertanian seperti cangkul, pancong, arit. Nah tahun ini kita sebagai bukti ikatan kelurga, mereka daftar ulang dengan hasil bumi atau hasil tani, karena rata-rata warga sini rumahnya msh berlantai tanah dan dinding masih kayu, rata-rata mereka sebagai petani penderes dan petani pinus" ujarnya.

Menurut dia, saat ini jumlah siswa yang sekolah di MTs Pakis Pesawahan berjumlah 14 siswa termasuk 9 siswa baru yang masuk pada tahun ajaran baru ini. Meskipun muridnya masih sedikit, tapi bukan berarti sekolah tersebut tidak sama dengan sekolah umumnya. Di sini sekolah formal MTS Pakis Pesawahan masih menginduk dengan MTs Maarif NU 2 Cilongok, jadi sekolah formal gratis.

"Tahun ajaran kemarin kita meluluskan 4 anak, hanya 4 anak. Tahun ini yang daftar ada 9 anak, jadi ada peningkatan. Mudah-mudahan yang sedikit ini ada manfaatnya ke depan, dan mereka bisa bermanfaat untuk lingkungan. Anak desa tetap harus sekolah," ucapnya.

Nantinya, lanjut dia, hasil bumi yang dibawa oleh siswa-siswa baru tersebut akan dimasak dan dinikmati bersama-sama. Karena selama 1 minggu ke depan para siswa baru akan mulai belajar pengenalan kearifan lokal desa hutan atau agroforesti yang kaitannya dengan pengenalan peternakan, perikanan, kehutanan, pertanian.

"Satu minggu ke depan, kita pengenalan jadi belajar agriforest itu apa, kaitannya dengan peternakan, perikanan, kehutanan, pertanian. Karena memang tempat tinggalnya, sekolahnya di wilayah hutan, jadi bagaimana bisa memanfaatkan hutan dengan baik," jelasnya.

Selain itu, kegiatan sekolah tidak hanya belajar dalam ruangan, tapi juga mengajarkan para siswa agar melakukan aksi penanaman sebagai simbol kearifan lokal. Harapannya dengan melakukan kegiatan tersebut, mereka tetap bangga menjadi anak petani yang tinggal di pinggir hutan tanpa harus pergi ke kota setelah lulus sekolah.

"Mereka petani, mereka juga harus bangga menjadi anak petani dan tidak harus sekolah lulus lalu pergi ke kota, tapi mereka tetap beraktivitas di sini," ujarnya. (arb/try/dtk)
Selasa 19 Jul 2016

Sekolah 'Istimewa' di Pinggir Hutan Banyumas, Siswa Bayar Pakai Hasil Bumi
      Berita Nasional :