Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2015 @ majalahbuser.com
Jakarta - Presiden Jokowi kembali berhadapan pada pilihan sulit. Dia harus memilih, ikut keinginan PDIP yang ngotot merevisi UU KPK atau malah berseberangan dengan partai yang membesarkan namanya.

Fraksi PDIP di DPR memang mendapat perintah langsung dari partai. Pasti tidak sembarang orang yang memberi perintah. Karena seketika bak orkestra, fraksi PDIP langsung bergerak menggolkan revisi UU komisi antirasuah.
Minggu, 11 Oktober 2015

Jokowi di Antara KPK atau Melawan Perintah Partai
Ada sejumlah poin penting yang masuk ke dalam revisi tersebut. Namun yang bikin khawatir, jika revisi itu lolos, KPK terancam kehilangan taji. Tengok saja tujuh pasal 'pembunuh' di draf revisi UU KPK. Mulai dari KPK hanya berusia 12 tahun, KPK tidak menangani kasus di bawah Rp 50 M, KPK bisa mengeluarkan SP3 hingga KPK Fokus di Pencegahan Korupsi.

Keinginan PDIP dan sejumlah fraksi lainnya itu langsung menuai kritik dari publik. Sejumlah koalisi masyarakat sipil berduyun-duyun meminta KPK jangan diusik terus. Belum lagi petisi yang sudah diteken puluhan ribu orang agar DPR membatalkan revisi itu. Gelombang dukungan itu bukan tanpa sebab bisa berdatangan.

Lembaga Survei Indo Barometer merilis, tingkat kepercayaan publik terhadap KPK masih tertinggi di antara lembaga lainnya. Di urutan kedua adalah TNI yang disambung dengan presiden. Bagaimana dengan DPR? Ternyata hasilnya rendah karena menyentuh angka di bawah 50 persen. Meski publik menolak keras, toh PDIP bergeming. Seakan tidak peduli dengan suara rakyat yang selama ini mereka dewakan, PDIP tetap melaju.

"Pembahasan isu revisi UU KPK ini, dia sampai kapanpun akan ada menolak. Mau kapanpun, dia (revisi UU KPK) pasti sensitif dan kontroversi. Tapi bagi saya, isu sensistif ini penting dalam konteks ketata negaraan dan tata pondasi hukum," kata politikus PDIP Masinton Pasaribu beberapa waktu lalu.

Kini bola panas kembali di tangan Jokowi. Seandainya revisi itu lolos di DPR, toh tetap saja butuh goresan tanda tangan Jokowi. RUU itu pun bisa saja batal jika Jokowi emoh meneken. Menjadi menarik karena Jokowi adalah kader PDIP. Apakah dia bakal mengikuti perintah partai atau mendengarkan keinginan rakyat?

Istana sendiri memilih tidak mau berkomentar. Namun angin segar itu sudah datang duluan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia tegas-tegas menolak UU KPK direvisi saat ini. Apalagi sampai ada pasal yang membatasi umur KPK.

"UU KPK kan sejak dulu awalnya itu kan emang bersifat ad hoc. Pada waktu itu artinya kan dalam jangka waktu tentu dievaluasi. Ya mungkin jangan ditentukan umurnya 12 tahun," ujar JK.

Dukungan untuk Petisi 'Jangan Bunuh KPK' Tembus 37 Ribu Tanda Tangan

Dukungan untuk petisi 'Jangan Bunuh KPK' mengalir deras. Setelah dua hari, petisi yang ditujukan untuk pimpinan DPR itu sudah ditandatangani oleh lebih dari 37 ribu rakyat pengguna internet. Tepatnya, Sabtu (10/10/2015) pukul 14.30 WIB hari ini, petisi itu sudah ditandatangani 37.276 orang. Berarti, masih kurang 12.724 tanda tangan untuk mencapai target 50.000 tanda tangan.

Ada dua tuntutan petisi 'Jangan Bunuh KPK'. Pertama, menuntut Ketua DPR menghentikan pembahasan revisi UU KPK dan mencabutnya dari Prolegnas DPR. Kedua, menuntut Presiden Jokowi menolak revisi UU KPK.

"Revisi UU KPK bagi kami bukan hanya melemahkan KPK tapi membunuh harapan dan asa ratusan juta penduduk Indonesia yang terus bermimpi Indonesia bebas korupsi," demikian penggalan isi petisi yang dimulai oleh alumni Sekolah Antikorupsi (SAKTI) Indonesia Corruption Watch tahun 2015 itu.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan sudah mendengar soal petisi ini. Dia memastikan pimpinan DPR akan mendengarkan aspirasi rakyat dalam petisi tersebut. "(Petisi) akan kita dengarkan," kata Taufik di Gedung DPR,  Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (9/10) kemarin. Ada 7 pasal di draf revisi UU KPK yang dianggap sebagai pengantar kiamat KPK. Berikut 7 pasal tersebut:

1. KPK hanya berusia 12 tahun
2. KPK tidak menangani kasus di bawah Rp 50 M
3. KPK bisa mengeluarkan SP3
4. Penyadapan harus seizin Ketua Pengadilan Negeri
5. Pembentukan Dewan Kehormatan KPK
6. KPK Tanpa Kewenangan Penuntutan
7. KPK Fokus di Pencegahan Korupsi 


(sumber: detik)
ilustrasi
      Berita Daerah  :

      Berita Nasional :