Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Jakarta - Ketua Dewan Pertimbangan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Taufiq Kiemas buru-buru meminta Megawati Soekarnoputri jangan lagi diusung di Pemilihan Presiden 2014 mendatang. Pernyataan Taufiq ini menyusul hasil survei  yang menyebutkan Megawati  mendapat dukungan tertinggi apabila Pemilihan Presiden digelar tanpa melibatkan calon Susilo Bambang Yudhoyono. Jaringan Survei Indonesia merilis elektabilitas Megawati Soekarnoputri tertinggi, disusul Prabowo Subianto dan Aburizal Bakrie.
Selasa, 25 Oktober 2011

Megawati, Prabowo, Aburizal di Pilpres 2014?
Prabowo, Megawati, dan Aburizal

      Berita Nasional :

      Berita Daerah  :

Namun Taufiq Kiemas yang juga suami Mega menyatakan, perlu pikir ulang mengajukan Mega lagi di Pemilihan Presiden. "Kalau saya secara pribadi, lebih baik kaderisasi. Lebih baik Ibu mikir dulu untuk maju ke depan sebab usianya mulai 68 tahun," kata Taufiq di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin 24 Oktober 2011. Bukan hanya Mega, Taufiq menilai tokoh-tokoh seusianya lebih baik mengalah, memberi kesempatan pada kader muda. "Tokoh senior yang sekarang lebih baik mengalah, menjaga NKRI saja. Kalau saya ditanya," ujarnya. "Sebab kalau 2014 nanti sudah pada umur 70, kaderisasinya jomplang lagi. Dulu kita menertawakan Pak Harto ketika umur 70 masih mau jadi Presiden. Sekarang masak kita ikut-ikutan. Itu pendapat saya pribadi. Kaderisasi itu paling berat," ujarnya.

Pendapat Ketua Dewan Pengurus Pusat PDIP, Maruarar Sirait, agak berbeda soal ini. “PDIP tidak akan memaksa Ibu Mega untuk maju pada Pilpres 2014 kalau menurut survei tidak bagus. Tapi kalau survei bagus, kesehatan oke, dan faktor internal mendukung, maka tak ada alasan untuk tidak maju,” kata Maruarar di Jakarta, Minggu 23 Oktober 2011. Pria yang akrab disapa Ara itu menuturkan, PDIP memegang prinsip mengalir bak air. “Tidak ada yang bisa melarang atau memaksa Ibu Mega untuk maju,” ujarnya. Namun Ara menilai, akan lebih menarik jika nantinya ada survei untuk menilai tokoh-tokoh yang berpotensi maju menjadi presiden, berpasangan dengan tokoh-tokoh yang juga berpotensi menjadi wakil presiden. Sementara soal usia Megawati yang tidak bisa dibilang muda lagi, Ara berpendapat bahwa hal itu bukan faktor terpenting. “Politisi muda yang bermasalah juga cukup tinggi. Jadi ini bukan soal muda atau tidak muda, tapi soal integritas,” katanya.

Ketua DPP Golkar Priyo Budi Santoso menilai, "Biarkan nanti proses alamiah saja yang terjadi." Priyo mengungkapkan, gagasan memberi ruang pada tokoh muda memang bagus. "Hanya saja, sekali lagi saya katakan, tokoh lama, tua, senior, kalau memang ingin mengabdikan diri ya jangan dilarang. Kalau beliau kredibel harusnya diberi tempat juga. Sama juga dengan tempat untuk anak muda," ujarnya. Priyo mengungkapkan, tingkat keterpilihan Mega serta sejumlah tokoh senior lainnya yang masih tinggi menurut sejumlah survei, karena tokoh-tokoh itu memang masih menjadi figur sentral. "Ibu Mega juga figur sentral di negeri ini, di PDIP juga jadi tokoh sangat sentral. Kalau tokoh sekaliber beliau berkehendak untuk maju, tentu juga kita hormati."

Sinyal Bahaya

Peneliti senior Lembaga Survei Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, melihat sinyal bahaya dari hasil survei Jaringan Survei Indonesia yang dilakukan antara 10-15 Oktober 2011 ini. Sinyal bahaya ini menyangkut regenerasi yang mandek, termasuk di partai terbesar, Partai Demokrat. Hasil survei ini, kata Burhan, menguatkan teori Partai Demokrat tergantung kepada popularitas Susilo Bambang Yudhoyono. Burhan menjelaskan, approval rating terhadap SBY dalam survei JSI adalah 53 persen, atau tiga kali lipat dari elektabilitas Demokrat yang ditemukan 18 persen. Kemudian tak ada figur kuat Demokrat selain SBY yang tergambar dalam elektabilitas tokoh-tokoh memperkuat sinyal bahaya. "Itu tanda teori kebergantungan Demokrat pada SBY masih berlaku," kata Burhan saat dihubungi VIVAnews, Senin 24 Oktober 2011. Amanat Kongres 2010 yang menyatakan Demokrat bertransformasi jadi partai modern belum terbukti di lapangan. "Kalau elektabilitas Demokrat tergantung popularitas SBY tentu jika popularitas SBY turun, elektabilitas Demokrat juga turun," kata Burhan. Dan kecenderungannya, popularitas SBY terus menurun.
Di sisi lain, Demokrat juga tak bisa tiba-tiba memutus hubungan dengan SBY. SBY harus menjadi jembatan di Demokrat untuk memunculkan tokoh baru menuju 2014. "Karena itu, banyak pihak (di luar Demokrat) yang mendekati SBY untuk meminta dukungan di 2014," kata Burhan. Namun ujian sesungguhnya bagi Demokrat adalah pasca-2014 karena SBY bukan lagi Presiden. "Karena SBY tidak lagi memiliki tempat eksklusif lagi."  Demokrat sendiri tidak khawatir dengan hasil survei ini. “Tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintahan SBY memang turun, tapi itu masih dalam batas tidak mengkhawatirkan,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat Saan Mustofa. Saan menekankan, Demokrat mengapresiasi hasil survei tersebut. “Untuk Partai Demokrat dan pemerintah, ini adalah sebuah catatan dan masukan yang sangat berharga sebagai bahan antisipasi dan evaluasi kebijakan kami ke depan,” ujar Saan.

Sekretaris Fraksi Demokrat di DPR itu juga menyatakan, Demokrat akan memperhatikan survei-survei yang ada, sehingga tren ketidakpuasan publik terhadap pemerintah tidak terus berlanjut. “Masih ada tiga tahun untuk menaikkan tingkat kepuasan itu,” kata Saan optimis. Ekspresi optimistis juga muncul dari Partai Amanat Nasional yang dalam survei bertengger di posisi keempat jika "Pemilu diadakan sekarang." Meski elektabilitas Ketua Umum PAN Hatta Rajasa hanya 1,6 persen, Ketua Bidang Komunikasi PAN Bima Arya Sugiarto justru melihat ada sisi positifnya. Meski popularitas Ketua Umum PAN Hatta Rajasa rendah, menurut Bima, itu karena Hatta belum menyatakan resmi mencalonkan diri maju di Pemilihan Presiden 2014. "Jelas sekali, yang lain-lain secara terbuka mengungkapkan tujuan jadi calon Presiden," kata Bima saat VIVAnews.com hubungi. "Pak Ketua ini," kata Bima, "Fokusnya sebagai Menteri Koordinator Perekonomian. Memang belum start sebagai seorang calon Presiden."

Hasil survei itu, kata Bima, tentu akan berbeda jika Hatta Rajasa sudah mengumumkan diri maju di Pemilihan Presiden. Kemudian segenap jaringan PAN dan pendukung Hatta bergerak melakukan kampanye. "Saatnya nanti, masyarakat bisa menilai, mana yang konkret bekerja  dan mana yang tidak," kata Bima. Bima sendiri menanggapi hasil survei JSI yang digelar antara 10-15 Oktober 2011 dengan nada optimistis. Perolehan PAN juga lumayan sehingga bertengger di posisi keempat jika Pemilu digelar saat survei digelar. "Ini pertanda baik, bagaimana konsolidasi yang baik telah dilakukan PAN," kata Bima.
Survei JSI ini digelar selama 6 hari, yakni tanggal 10-15 Oktober 2011, dengan jumlah responden sebanyak 1.200 orang. Metode survei yang digunakan adalah multistage random sampling dengan wawancara tatap muka langsung, menggunakan questioner. Margin of error sebanyak 2,9 persen. (sj) (VIVAnews)