Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
copyright . 2015 @ majalahbuser.com
Jakarta — Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengkritik langkah pemerintah yang membebankan pungutan Rp 200 per liter untuk premium dan Rp 300 per liter untuk solar kepada rakyat.

Menurut Yusril, pembebanan harga BBM ini tidak tepat walau dengan dalih untuk kepentingan penelitian dan pengembangan energi baru dan terbarukan.
Senin, 28 Desember 2015

Yusril: Pemerintah Harusnya Beri Subsidi BBM, Bukan Memungut dari Rakyat
"Tidak pada tempatnya pemerintah memungut sesuatu dari rakyat konsumen BBM. Dari zaman ke zaman, pemerintah selalu memberikan subsidi BBM kepada rakyat, bukan sebaliknya, membebankan rakyat dengan pungutan untuk mengisi pundi-pundi pemerintah," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (26/12/2015).

Sebelumnya, pemerintah memang menurunkan harga premium dari Rp 7.400 per liter menjadi Rp 7.150 per liter, dan solar dari Rp 6.700 per liter menjadi Rp 5.950 per liter. Harga baru itu mulai berlaku pada 5 Januari mendatang.

Namun, Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, harga keekonomian premium saat ini sebenarnya ada di level Rp 6.950 per liter, menyusul turunnya harga minyak dunia. Pemerintah kemudian menambah Rp 200 dari nilai keekonomian itu untuk dibebankan kepada rakyat.

Sementara itu, untuk solar, nilai keekonomian saat ini berkisar Rp 5.650 per liter. Namun, pemerintah menambah biaya Rp 300. Tambahan biaya ini merupakan dana untuk program energi terbarukan yang sedang dikembangkan pemerintah.


Dasar hukum

Yusril pun mempertanyakan dasar hukum yang digunakan pemerintah untuk mengambil pungutan ini dari rakyat. Menurut dia, pemerintah tidak bisa seenaknya menggunakan Pasal 30 UU Energi untuk memungut dana masyarakat dari penjualan BBM.

Pasal tersebut menunjukkan bahwa dana untuk kepentingan penelitian energi baru dan terbarukan berasal dari APBN, APBD dan dana swasta, yang terlebih dahulu harus dianggarkan. Penganggaran tersebut dengan sendirinya harus didasari persetujuan DPR dan DPRD.

"Tidak ada norma apa pun dalam Pasal 30 UU Energi tersebut yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan pungutan langsung kepada masyarakat konsumen BBM," ucap mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan ini.

Yusril menambahkan, Pasal 30 UU Energi memang berisi aturan bahwa ketentuan lebih lanjut tentang biaya riset untuk menemukan energi baru dan terbarukan harus diatur dengan peraturan pemerintah. Namun, PP tersebut hingga kini belum ada.

Oleh karena itu, Menteri ESDM tidak bisa menjalankan suatu kebijakan pungutan BBM tanpa dasar hukum yang jelas, baik menyangkut jumlah pungutan, mekanisme penggunaan, maupun pertanggungjawabannya.

"Kebiasaan mengumumkan suatu kebijakan tanpa dasar hukum ini seharusnya tidak dilakukan oleh pemerintah karena bertentangan dengan asas negara hukum yang dianut oleh UUD 1945," ucap dia. (kcm)
Yusril Ihza Mahendra
      Berita Nasional :

      Berita Daerah  :