Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2012 @ majalahbuser.com
Jakarta – Jika saja apa yang berseliweran di media sosial bahwa materi debat capres ‘bocor’ sebelum waktunya, sejatinya kita memang bangsa pecundang.

Kita hanyalah bangsa pinggiran, yang menaruh kejujuran hanya sejengkal saja dari keranjang sampah peradaban.
Jum'at, 13 Juni 2014

Materi Debat Capres Bocor, Contoh Buruk Kejujuran
Itu bila benar bahwa pada pertemuan antara anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay dengan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan dan Ketua DPP PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan, yang dipergoki Arif Poyuwono, aktivis Serikat Pekerja BUMN pada sekitar 23.00 Minggu (8/6) malam itu memang mengagendakan ‘pembocoran’ materi debat. Bila memang kongko di Resto Satay House Senayan, Menteng, Jakarta Pusat, itu tak lebih laiknya anak-anak SMP lancung yang bertemu di 7 Eleven, guna membahas bocoran soal UAN.

Tetapi kita tahu, paling tidak hingga tulisan ini dibuat, semua itu baru kemungkinan. Tak soal, apakah kemungkinan itu sedemikian besar, atau kecil saja, kecuali panas hati para pengunggahnya yang mungkin berkobar-kobar hingga menjilat kepala.

Biarlah soal Haidar Gumay kita kembalikan kepada KPU; soal Komjen Budi kita serahkan kepada Polri. Kalau Pak Trimedya, sebagai wakil rakyat, tentu kita sebagai rakyat yang punya otoritas untuk menghukumnya melalui Pileg yang sayang sekali masih jauh, 2019 mendatang.

Biar pula Arief Poyuwono menyingkap sendiri apa yang menjadi bahan bisik-bisik antara Komjen Budi dengan Trimedya, anggota Tim Sukses jokowi-JK, seperti ditulis Tribunnews.

Saya bahkan tak berpretensi untuk menyoal sebagian kalangan yang katanya melihat betapa di malam Debat Capres itu Pak Jokowi sangat percaya diri setelah pada beberapa momen terlihat kikuk tak pede, dan menurut mereka, seolah sudah mengetahui materi pertanyaan yang diajukan kepadanya.

Tidak juga untuk membahas apa yang disampaikan Koordinator Presidium Jaringan Muda Nusantara (JMN) Muhlis Ali, bahwa Pak Jokowi dalam debat itu kerap membaca catatan-catatan yang disiapkan sebelumnya, atau bahkan dikatakan ada sesi dimana Pak Jokowi dapat mengulang tiga pertanyaan moderator, dengan redaksional yang hampir sama persis.

Yang bisa kita bicarakan dalam keterbatasan informasi saat ini, seandainya pembocoran itu benar adanya, adalah sebagai rakyat, kita layak bertanya kepada pihak yang mendapatkan bocoran itu.

Mengapa dia merasa harus punya bocoran materi debat, sementara apa yang akan ditanyakan berkisar seputar niat, tujuan dan apa yang ingin ia lakukan untuk kebesaran nama Indonesia di masa depan? Bukankah semua itu sudah tersedia di kepalanya, sudah tertanam dalam di keikhlasan batinnya?

Mengapa dia memerlukan contekan, yang sejatinya hanya menunjukkan betapa tidak percayanya dia akan dirinya sendiri? Sesuatu yang bagi seorang capres tentu saja persoalan mendasar. Bagaimana mungkin calon pemimpin tertinggi negeri ini masih menderita krisis percaya diri, yang tentu saja terkait erat dengan rasa rendah diri alias inferiority complex ?

Bagaimana tidak bisa disebut rendah diri, bila ia pribadi meragukan kapasitas memori di kepalanya sendiri untuk bisa mengingat apa yang ia percayai?

Di atas semua itu, yang lebih mendasar , siapapun capres yang terlibat dengan pembocoran itu telah mencontohkan ketidakjujuran. Ia memberi teladan bahwa tujuan menghalalkan cara. Ia seorang yang nyata-nyata berniat melestarikan ketidakjujuran yang di sini nyaris mengakar menjadi budaya.

Padahal, kata mantan Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU) Hasyim Muzadi, saat ini Indonesia lebih memerlukan pemimpin yang jujur, bukan pemimpin ‘pemain’. Hasyim bahkan mewanti-wanti, kehancuran suatu negara, kata dia, bukan karena pemimpinnya tidak pintar, melainkan karena tidak memiliki kejujuran.

Yang harus dihindari, kalau selama ini setiap tahun kita disibukkan oleh isu bocoran soal UAN, maka tak elok kiranya bila setiap lima tahun, terhitung saat ini, kita pun disibukkan oleh isu bocornya materi debat capres. [inilah]
OPINI
      Berita Nasional :

      Berita Daerah  :